Polres Pegunungan Bintang Beserta Jajarannya Siap Melayani, Melindungi dan Mengayomi Masyarakat

Selasa, 10 Februari 2009

Kapolda Serahkan Sejumlah Bantuan di Biak Barat







Kapolda Papua Irjen Pol Drs FX Bagus Ekodanto rencananya akan melakukan kunjungan perdanya ke wilayah Polres Biak Numfor, Selasa (2/9) hari ini. Dalam kunjungan itu,

Kapolda akan melakukan tatap muka dengan jajaran anggota Polres Biak, mengunjungi asrama polisi dan tempat latihan tembak. Selain itu, Kapolda juga akan mengunjungi masyarakat di Biak Barat sekaligus menyerahkan sejumlah bantuan. Rencananya Kapolda akan menyerahkan bantuan 1000 Kg beras ke masyarakat, 1000 meter tali keramba ikan, 3 buah perahu motor tempel untuk nelayan dan sejumlah bantuan lainnya.

Dalam kunjungannya ke Biak Barat, Kapolda tidak sekedar menyerahkan bantuan tapi tentu saja berdialog dengan masyarakat setempat,” ujar Kapolres Biak Numfor AKBP Kif Aminanto, S.IK, SH, MH saat ditemui Cenderawasih Pos di ruang kerjanya, Senin (1/9) kemarin.

Tak hanya itu, guna untuk menjalin kebersamaan dengan masyarakat Kapolda juga akan melakukan buka puasa bersama dan tatap muka dengan muspida plus, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adapt, tokoh perempuan, tokoh pemuda dan segenap komponen masyarakat lainnya. Acara tatap muka dan buka puasa bersama itu akan dipusatkan di Hotel Nirmala Beach Hotel Biak.
“Setelah Pak Kapolda akan melakukan rangkaian kunjungannya di Kabupaten Biak Numfor, Rabu (3/9) besoknya akan melakukan hal yang sama di Kabupaten Supiori. Jadi setelah melakukan kunjungan di Biak, Kapolda besoknya ke Supiori,” tandas Kapolres Kif Aminanto. .(cenderawasihpos.com/ito-02/09/08)

Kekerasan Politik Dalam Penerapan Prinsip Demokrasi di Indonesia

Demokrasi sebagai sistem politik modern (demokrasi modern) bukan sekedar demokrasi desa atau demokrasi negara –kota sebagaimana era Yunani dan Romawi kuno. Tetapi, demokrasi negara kebangsaan yang muncul berkaitan dengan perkembangan negara kebangsaan (nation state). Artinya demokrasi memiliki hakikat nasionalisme secara menyeluruh dan bukan sebuah pemahaman nasionalisme dalm arti sempit (baca; chauvinisme) yang berpotensi melahirkan kekerasan politik di sebuah negara Demokrasi.
Huntington secara menarik menamakan perkembangan demokrasi di negara modern (negara bangsa) dengan istilah Gelombang Demokrasi atau gelombang demoratisasi, yang menunjukan fenomena transisi di sejumlah negara dari rezim non-demokratis (otoriter) ke rezim-rezim demokratis yang terjadi pada kuruk-kurun waktu tertentu dan jumlahnya sangat signifikan lebih banyak daripada transisi menuju arah yang sebaliknya.
Dengan analisis gelombang demokrasi yang lebih empirik, Huntungton melihat bahwa demokratisasi di suatu negara mensyaratkan adanya tiga hal, yakni:
a. berakhirnya sebuah rezim yang otoriter,
b. dibangunnya sebuah rezim demokratis,
c. pengkonsolidasian rezim demokratis.
Tampak sekali bahwa Huntington menempatkan demokrasi dan demokratisasi secara empirik berhadap-hadapan dengan sistem politik yang otoriter untuk mengetahui seberapa jauh perkembanagn terbaik dari dua kecendrungan yang bertentangan secara diametral itu. Analisis tentang demokrasi memang menjadi sangat jelas dan bersifat empirik manakala dikaitkan dengan kondisi dan sistem politik yang berada diseberangnya, yakni sistem poltik otoriter.
Gelombang baru tentang demokrasi bahkan saat ini ditandai dengan uoaya melakukan dekonstruksi pemikiran tentang demokrasi, yang seiring dikenal dengan pemikiran tentang “democracy without adjectives”, demokrasi kerakyatan, demokrasi parlementer, dan demokrasi dengan tambahan kata-kata sifat lainnya, selain mereduksi sifay universalitas demokrasi juga pada saat bersamaan merupakan pembatasan-pembatasan terhadap praktik demokrasi yang sesungguhnya. Setiap kata sifat sering kali digunakan oleh pihak penguasa untuk memnatasi pelaksanaan demokrasi sebagaimana mestinya, sehingga demokrasi kehilangan fungsi dalam aktualisasi kehidupan suatu sistem politik di suatu bangsa dan negara. Penguasa di beberapa negara otoriter bahakan seringkali sembunyi dibalik kata-kata sifat itu untuk mengebiri demokrasi dan tegaknya kedaultan rakyat.
Demokrasi sebagai sistem politik modern (demokrasi modern) bukan sekedar demokrasi desa atau demokrasi negara –kota sebagaimana era Yunani dan Romawi kuno. Tetapi, demokrasi negara kebangsaan yang muncul berkaitan dengan perkembangan negara kebangsaan (nation state).
Setiap rezim memang selalu memerlukan conflicts dan management of conflicts. Kedua hal tersebut diyakini penguasa sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan demokrasi. Namun yang lebih sering terjadi justru hal tersebut direkayasa untuk mengalihkan perhatian publik dari suatu persoalan, sekaligus juga menempatkan sang penguasa sebagai pahlawan yang mampu meredakan pertikaian tersebut.
Para operator politik memperlakukan ‘mereka’ sebagai partner shadow boxing hanya untuk sementara waktu hingga tujuan politiknya terpenuhi. Namun celakanya bagi masyarakat yang terprovokasi, ‘mereka’ tetap disembah sebagai berhala, yang kemudian mengkultuskan setiap opini politik yang terbentuk dengan melakukan pembenaran terhadap setiap tindakan, bahkan kekerasan sekalipun. Hal ini tidak berati kita harus menggugat elite politik sebagai pelaku dan penanggungjawab utama kekerasan politik yang selama ini terjadi di masyarakat. Ini hanya sekilas catatan untuk menunjukan apa yang terhilang dari analisis sosial yang terlanjur menonjol dalam masyarkat.
Dalih yang sering dibuat adalah bahwa perilaku tersebut sebagai bagian dari sebuah proses demokrasi. Padahal pemahaman tentang demokrasi tidaklah sempit seperti yang dijabarkan diatas. Bernhard Sutor menyebutkan bahwa demokrasi memiliki tanda-tanda empiris, yaitu jaminan terhadap hak-hak untuk mengeluarkan pendapat, memperoleh informasi bebas, kebebasan pers, berserikat dan berkoalisi, berkumpul dan berdemonstrasi, mendirikan partai-partai, beroposisi, pemilihan yang sama, bebas, rahasia atas dasar nilai dua alternatif, dimana para wakil dipilih untuk waktu terbatas .
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara pada umumnya memberikan pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah poko yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan pemerintah negara oleh karena kebijaksanaan tersebut menyangkut kehidupan rakyat juga. Meskipun pada umumnya pengertian demokrasi dapat dikatakan tidak mengandung kontradiksi karena di dalamnya meletakkan posisi rakyat dalam posisi yang amat penting, namun pelaksanaannya (perwujudannya) dalam lembaga kenegaraan ternyata prinsip ini telah menempuh berbagai rute yang tidak selalu sama.
Adanya berbagai rute atau pengejawantahan tentang demokrasi itu menunjukkan pula beragamnya kapasitas peranan negara maupun rakyat. Ada negara yang memberikan peluang yang amat besar terhadap peran rakyat yang melalui sistem pluralisme-liberal, dan ada juga yang sebaliknya negara yang memegang dominasi yang jauh lebih besar daripada rakyatnya. Studi politik tentang Dunia Ketiga yang umumnya memperlihatkan lebih dominannya negara daripada peranan rakyat telah melahirkan berbagai konsep yang dimaksudkan sebagai alat pemahaman bagi realitas tersebut. Berbagai uapaya pemahaman dengan memberikan pijakan teoritis itulah telah menunjukkan betapa di negara Indonesia telah terjadi hubungan tolak-tarik antara negara dengan masyarkat dalm memainkan peranannya.
Penting kiranya untuk segera memberikan porsi yang layak bagi pembangunan demokrasi, serta menciptakan suatu kebijakan publik yang mampu mengatur agar simbol-simbol kekerasan tidak digunakan, setidaknya dibatasi, dalam wacana politik. Dan yang terpenting agar penalaran masyarakat tidak diredusir dari esensi menjadi simbol dan menyihir simbol menjadi esensi. Masyarakat perlu diberi ketentraman untuk mengembangkan demokrasinya, bukan dicabik untuk kepentingan politik.
Namun, kini kita menyaksikan kecenderungan yang semakin kuat munculnya public podium yang bersifat merusak tradisi demokrasi di berbagai wilayah di Tanah Air. Ikatan-ikatan kepercayaan yang dibangun oleh kelompok-kelompok masyarakat cenderung semakin menyempit, meniadakan pentingnya pluralisme. Kecenderungan semacam ini sudah barang tentu mendorong pengerasan batas-batas antar kelompok dalam transaksi politik. Akibatnya, arena publik sebagai arena penyelamatan masyarakat berubah menjadi arena kekerasan politik.
Setidaknya ada dua bentuk model kekerasan politik, yakni kekerasan struktural dan kekerasan kultural. Dalam tataran struktural, kekerasan politik dipahami sebagai hasil hubungan-hubungan sosial atau struktural dimana para pelaku tersebut berada. Nilai dan norma dipandang sebagai imperatif struktural yang terinternalisasi dalam diri individu, sehingga orang berprilaku selaras dengan-atau fungsional terhadap sistem.
Menurut Muhammad Asfar, ada empat kondisi struktural yang menjadi akar persoalan munculnya kekerasan politik :
Pertama, kekerasan politik tersebut merupakan reaksi beberapa kelompok masyarakat, khususnya pendukung OPP tertentu, yang menilai para pemegang kekuasaan kurang adil dalam mengelola berbagai konflik dan sumber kekuasaan yang ada. Bahkan dengan wewenang strukturalnya memakai cara-cara non-dialogis, non-musyawarah untuk menyelesaikan konflik kepentingan. Karena tidak memakai cara-cara dialogis dan beradab untuk menyelesaikan konflik, maka jalan kekerasan kekuasaanlah yang dipakai untuk memenangkan kepentingan terhadap lawan-lawan yang bersengketa atau berbeda kepentingan.
Kedua, cara-cara kekerasan politik tersebut ditempuh karena para pelaku menilai bahwa institusi-institusi demokrasi tidak mampu mengartikulasikan dan mengagregatkan berbagai kepentingan politik dalam masyarakat. Akibatnya, berbagai kelompok yang tidak mempunyai akses kepada kekuasaan menyalurkan berbagai aspirasi politiknya melalui cara-cara diluar lembaga demokrasi yang ada. Strategi perjuangan politik kemudian dilakukan di jalan dan tidak jarang dengan cara kekerasan.
Ketiga, akibat kekakuan lembaga-lembaga politik sehingga mereka tidak mampu menampung dan menyelesaikan berbagai konflik kepentingan dalam masyarakat. Akibatnya setiap ada perbedaan dan konflik kepentingan dengan kelompok lain, terutama kelompok yang berkuasa, masyarakat memendam berbagai perasaan konflik tersebut. Ketika berbagai perasaan konfliktual ini terakumulasi, dan ada kesempatan untuk melampiaskannya—misalnya pada masa kampanye pemilu—maka kekerasan politik sebenarnya terletak pada kekakuan lembaga-lembaga politik.
Keempat, adanya beberapa tekanan pemerintah di satu sisi dan tidak terpenuhinya di sisi lain. Dalam banyak kasus, tidak jarang masyarakat merasa tidak berdaya dalam menghadapi berbagai ketentuan pemerintah. Sebagian masyarakat merasa hak-haknya telah dirampas oleh pihak-pihak tertentu. Ketika sebagian warga yang mempunyai hak pilih tidak memperoleh kartu suara karena beberapa oknum panitia pemilihan, masyarakat merasa hak mereka telah dirampas oleh oknum tersebut. Ketika diperjuangkan selalu membentur tembok kekuasaan, yang memenangkan pihak status quo kepentingan sendiri, sehingga ketidakadilan lalu mengkristal menjadi struktur tidak adil. Keadaan seperti ini mengakibatkan frustasi, yang pada akhirnya disalurkan melalui tindak kekerasan.
Sedangkan dalam tatanan kultural, kekerasan lebih dikarenakan faktor budaya suatu komunitas. sebagai faktor pendukung (stimuli) adalah rendahnya tingkat pendidikan dalam masyarakat. Fanatisme keagamaan sangat sempit dengan prinsip apa yang didengarkan orang dan juga faktor kesejahteraan menjadi alasan berbuat asosial.
Jika Violence Studies kita arahkan dalam perspektif sosial, setidaknya ada beberapa hal yang bisa dilakukan; pertama, membebaskan tradisi kekerasan dalam proses relasi politik dalam penetapan sebuah kebijakan publik. Apa yang dilakukan disini sama artinya dengan melakukan transformasi demokrasi dalam tataran praktis.
Kedua, konsekuensi dari poin pertama tersebut adalah dengan melakukan kritik terhadap setiap pewacanaan yang benar yang mencakup bahasa, stratifiksi sosial, politik, ekonomi, budaya termasuk Pengistilahan RAS. Transformasi ini berjalan tanpa henti untuk mencapai tujuan.
Ketiga, sikap kritis-transformatif poin kedua tersebut menggunakan prinsip; “ mempertahankan sistem yang baik dan mengambil sistem baru yang lebih baik”, sebab banyak juga value system yang lebih baik di dunia ini.

Negara, Kekerasan dan Sistem Politik
Apabila negara dianggap sebagai kekuatan reaksioner yang bertujuan memulihkan tatanan tradisional, atau gerakan progresif kepentingan rakyat menentang negara, kekaisaran, dan dinasti, maka tidak ada kekuasaan yang mampu mencegah negara untuk menggunakan kekerasan atau terlibat dalam tindak kekerasan. Semua tipe atau kategori negara pasti mempunyai kecenderungan untuk mengabsahkan penggunaan kekerasan terhadap pihak lain yang dipersepsi sebagai orang-orang yang mengancam eksistensi negara. Negara dihubungan dengan bentuk-bentuk kekerasan dalam banyak hal. Pertama, negara membangkitkan dikotomi konseptual dan psikologis yang cenderung mendorong tindak kekerasan politik. Kedua, negara dilibatkan dalam perjuangan memperebutkan otonomi politik yang dipahami sebagai kontrol atas instrumen koersif dan regulasi wilayah. Ketiga, kekerasan negara berhubungan dengan peran penting peperangan dalam perkembangan historis negara.
Dalam negara demokrasi baik di Amerika dan Perancis, dimana kemerdekaan, kebebasan, persamaan, wibawa hukum dihormati dan dijunjung tinggidalam konstitusi, ternyata penindasan terlindung cukup aman dan terhormat. Demokrasi yang ganjil seperti ini oleh Soekarno disebut sebagai demokrasi yang antisosial, sebab tidak menyelamatkan, menyejahterakan, dan melindungi segenap masyarakat.
Negara dan sistem politik yang dianut merupakan aspek yang berhubungan erat dengan aktivitas dan kedudukannya dalam penggunaan kekerasan. Pandangan state centcred bahwa negara adalah aktor yang turut bermain dalam arena, termasuk menentukan sistem politik yang dianut dan adanya upaya untuk memonopoli dan melitigimasi penggunaan kekuatan fisik.
Terlepas dari segala kekurangan yang ada, tampaknya sistem politik demokrasi memiliki sumber kekuasaan negara yang cenderung persuasif. Namun, tidak berarti sistem politik bebas dari kekerasan politik, karena di dalam sistem politik demokrasi juga melekat kekerasan struktural, kekerasan memang gejala yang serba hadir. Penulis: Teguh Arifiyadi, SH (Inspektorat Jenderal Depkominfo)

Menjerat Pelaku Cyber Crime dengan KUHP

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) telah mengatur hubungan-hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer (computer crime) yang kemudian berkembang menjadi cyber crime. Setidaknya ada dua pendapat yang berkembang sejalan dalam menangani kasus kejahatan yang berhubungan dengan komputer yang secara tidak langsung juga berkaitan dengan masalah cyber crime yakni;

1. KUHP mampu untuk menangani kejahatan di bidang komputer (computer crime)
Madjono Reksodiputro, pakar kriminolog dari Universitas Indonesia yang menyatakan bahwa kejahatan komputer sebenarnya bukanlah kejahatan baru dan masih terjangkau oleh KUHP untuk menanganinya. Pengaturan untuk menangani kejahatan komputer sebaiknya diintegrasikan ke dalam KUHP dan bukan ke dalam undang-undang tersendiri.

2. Kejahatan yang berhubungan dengan komputer (computer crime) memerlukan ketentuan khusus dalam KUHP atau undang-undang tersendiri yang mengatur tindak pidana dibidang komputer.
a. Sahetapy, tentang bahwa hukum pidana yang ada tidak siap menghadapi kejahatan komputer, karena tidak segampang itu menganggap kejahatan komputer berupa pencurian data sebagai suatu pencurian. Kalau dikatakan pencurian harus ada barang yang hilang. Sulitnya pembuktian dan kerugian besar yang mungkin terjadi melatarbelakangi pendapatnya yang mengatakan perlunya produk hukum baru untuk menangani kejahatan komputer agar dakwaan terhadap pelaku kejahatan tidak meleset.
b. J. Sudama Sastroandjojo, menghendaki perlu adanya ketentuan baru yang mengatur permasalahan tindak pidana komputer. Tindak pidana yang menyangkut komputer haruslah ditangani secara khusus, karena cara-caranya, lingkungan, waktu dan letak dalam melakukan kejahatan komputer adalah berbeda dengan tindak pidana lain.

Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP tentang cyber crime masing bersifat global. Namun berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya kasus dalam dunia maya (cyber) dan kategorisasi kejahatan cyber menurut draft convention on cyber crime maupun pendapat para ahli, penulis mengkategorikan beberapa hal yang secara khusus diatur dalam KUHP dan disusun berdasarkan tingkat intensitas terjadinya kasus tersebut yaitu;

a. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pencurian
b. Ketentuan yang berkaitan dengan perusakan/penghancuran barang
c. Delik tentang pornografi
d. Delik tentang penipuan
e. Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain
f. Delik tentang penggelapan
g. Kejahatan terhadap ketertiban umum
h. Delik tentang penghinaan
i. Delik tentang pemalsuan surat
j. Ketentuan tentang pembocoran rahasia dan;
k. Delik tentang perjudian

a.d. a. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pencurian
Delik tentang pencurian dalam dunia maya termasuk salah satu delik yang paling populer diberitakan media masa. Pencurian disini tidak diartikan secara konvensional yakni tentang perbuatan mengambil barang secara nyata. Dalam kasus pencurian di Internet, barng yang dicuri yakni berupa data digital baik yang berisikan data transaksi keuangan milik orang lain maupun data yang menyangkut soft ware (program) ataupun data yang menyangkut hal-hal yang bersifat rahasia.

Delik pencurian diatur dalam Pasal 362 KUHP dan variasinya diatur dalam Pasal 363 KUHP, yakni tentang pencurian dengan pemberatan; Pasal 364 KUHP tentang pencurian ringan, Pasal 365, tentang pencurian yang disertai dengan kekerasan; Pasal 367 KUHP, tentang pencurian di lingkungan keluarga.
Pasal 362 KUHP berbunyi :

“Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.”

Menurut hukum pidana, pengertian benda diambil dari penjelasan Pasal 362 KUHP yaitu segala sesuatu yang berwujud atau tidak berwujud, (misalnya listrik) dan mempunyai nilai di dalam kehidupan ekonomi dari seseorang. Data atau program yang tersimpan di dalam media penyimpanan disket atau sejenisnya yang tidak dapat diketahui wujudnya dapat berwujud dengan cara menampilkan pada layar penampil komputer (screen) atau dengan cara mencetak pada alat pencetak (printer). Dengan demikian data atau program komputer yang tersimpan dapat dikategorikan sebagai benda seperti pada penjelasan Pasal 362 KUHP.

Namun dalam sistem pembuktian kita terutama yang menyangkut elemen penting dari alat bukti (Pasal 184 KUHAP ayat (1) huruf c) masih belum mengakui data komputer sebagai bagiannya karena sifatnya yang digital. Padahal dalam kasus cyber crime data elektronik sering kali menjadi barang bukti yang ada. Karenanya sangat realistis jika data elektronik dijadikan sebagai bagian dari alat bukti yang sah .

Pengertian “mengambil” pada computer related crime ialah mengambil dalam arti “meng-copy”, yaitu meng-copy atau merekam data atau program yang tersimpan di dalam suatu disket dan sejenisnya ke disket lain dengan cara memberikan instruksi-instruksi tertentu pada komputer sehingga data atau program yang asli masih utuh dan tidak berubah dalam posisi semula .

Menurut penjelasan pasal 362 KUHP, barang yang sudah diambil dari kekuasaan pemiliknya itu, juga harus berpindah dari tempat asalnya; padahal dengan meng-copy, data asli masih tetap ada pada media penyimpan semula. Namun untuk kejahatan komputer (termasuk didalamnya cyber crime) di sini, pengertian mengambil adalah melepaskan kekuasaan atas benda itu dari pemiliknya untuk kemudian dikuasai dan perbuatan itu dilakukan dengan sengaja dengan maksud untuk dimiliki sendiri: sehingga perbuatan mengcopy yang dilakukan dengan sengaja tanpa ijin dari pemiliknya dapat dikategorikan sebagai perbuatan “mengambil” sebagaimana yang dimaksud dengan penjelasan Pasal 362 KUHP.

Dalam sistem jaringan (network), peng-copy-an data dapat dilakukan secara mudah tanpa harus melalui izin dari pemilik data. Hanya sebagian kecil saja dari informasi dan data di internet yang tidak bisa “diambil” oleh para pengguna internet . Pencurian bukan lagi hanya berupa pengambilan barang / material berwujud saja, tetapi juga termasuk pengambilan data secara tidak sah.

Penggunaan fasilitas Internet Service Provider (ISP) untuk melakukan kegiatan hacking dan carding erat kaitannya dengan delik pencurian yang diatur dalam Pasal 362 KUHP. Pencuri biasanya lebih mengutamakan memasuki sistem jaringan perusahaan finansial seperti penyimpanan data kartu kredit, komputer-komputer di bank atau situs-situs belanja on-line yang ditawarkan di media internet dan data yang didapatkan secara melawan hukum itu diharapkan memberi keuntungan bagi si pelaku. Keuntungan ini dapat berupa keuntungan langsung (uang tunai) ataupun keuntungan yang didapat dari menjual data ke pihak ketiga (menjual data ke perusahaan pesaing).

Carding sendiri dalam versi POLRI meliputi :
1. Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing
2. Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet
3. Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet
4. Mengambil dan memanipulasi data di Internet
5. Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex, DHL, TNT, dan lain-lain.)
Carding (pelakunya biasa disebut carder), adalah kegiatan melakukan transaksi e-commerce dengan nomor kartu kredit palsu atau curian. Pelaku tidak harus melakukan pencurian atau pemalsuan kartu kredit secara fisik, melainkan pelaku cukup mengetahui nomor kartu dan tanggal kadaluarsanya saja .

a.d. b. Ketentuan yang berkaitan dengan perusakan, penghancuran barang
Ketentuan tersebut sangat berkaitan erat dengan kejahatan yang hacking dan craking . Dalam kejahatan komputer (computer crime), perbuatan perusakan, penghancuran barang mempunyai pengertian suatu perbuatan yang dilakukan dengan suatu kesengajaan untuk merusak / menghancurkan media disket atau media penyimpan sejenis lainnya yang berisikan data atau program komputer sehingga akibat perbuatan tersebut data atau program yang dimaksud menjadi tidak berfungsi lagi dan pekerjaan-pekerjaan yang melalui proses komputer tidak dapat dilaksanakan . Sedangkan pada kejahatan mayantara (cyber crime) perbuatan perusakkan dan penghancuran barang ini tidak saja ditujukan untuk merusak / menghancurkan media disket atau media penyimpan sejenis lainnya melainkan dapat juga perbuatan merusak dan menghancurkan tersebut ditujukan terhadap suatu data, web site ataupun hompe page. Delik ini juga termasuk didalamnya perbuatan merusak barang-barang milik publik (Crime Againts Public Property).

Ketentuan mengenai perbuatan perusakan, penghancuran barang diatur dalam pasal 406-412 KUHP. Apabila kejahatan tersebut ditujukan pda sarana dan prasarana penerbangan diatur dalam pasal 479a-479h, 479m, dan 479p KUHP.
Pasal 406 KUHP berbunyi :

(1) Barangsiapa dengan sengaja melawan hukum menghancurkan, merusakkan, membikin tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, diancam dengan pidana dipenjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah
(2) Dijatuhkan pidana yang sama terhadap orang, yang dengan sengaja dan melawan hukum membunuh, merusakan, membikin tidak dapat digunakan atau menghilangkan hewan yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain
Pengertian-pengertian dalam pasal 406 KUHP dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengertian “menghancurkan” (vermielen)
Menghancurkan atau membinasakan dimaksudkan sebagai merusak sama sekali sehingga suatu barang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
2. Pengertian “merusakkan”
Merusakkan dimaksudkan sebagai memperlakukan suatu barang sedemikian rupa namun kurang dan membinasakan (beschacdingen). Contoh perbuatan merusak data atau program komputer yang terdapat di internet dengan cara menghapus data atau program, membuat cacat data atau program, menambahkan data baru ke dalam suatu situs (web) atau sejenisnya secara acak. Dengan kata lain, perbuatan tersebut mengacaukan isi media penyimpanannya.
3. Pengertian “membikin / membuat tidak dapat dipakai lagi”
Tindakan itu harus sedemikian rupa, sehingga barang itu tidak dapat diperbaiki lagi. Kaitannya dengan kejahatan maya (cyber crime) adalah perbuatan yang dilakukan tersebut menyebebkan data atau program yang tersimpan dalam media penyimpan (data base) atau sejenisnya menjadi tidak dapat dimanfaatkan (tidak berguna lagi). Hal ini disebabkan oleh data atau program telah dirubah sebagian atau seluruhnya, atau dirusak pada suatu bagian atau seluruhnya, atau dihapus pada sebagian atau pada keseluruhannva.
4. Pengertian menghilangkan
Pengertian menghilangkan adalah membuat sehingga barang itu tidak ada lagi. Kaitannya dengan cyber crime ialah perbuatan menghilangkan atau menghapus data yang tersimpan pada data base (bisa juga tersimpan dalam suatu web) atau sejenisnya sehingga mengakibatkan semua atau sebagian dari data atau program menjadi hapus sama sekali.
Berdasarkan pengertian-pengertian mengenai perbuatan “menghancurkan”, merusak, “membuat tidak dapat dipakai lagi” dan “menghilangkan” dapatlah disimpulkan bahwa makna dan perbuatan-perbuatan tersebut terdapat kesesuaian yang pada intinya perbuatan tersebut menyebabkan fungsi dari data atau program dalam suatu jaringan menjadi berubah / berkurang.

Perbuatan penghancuran atau perusakkan barang yag dilakukan cracker dengan kemampuan hackingnya bukanlah perbuatan yang bisa dilakukan oleh semua orang awam. Kemampuan tersebut dimiliki secara khusus oleh orang yang mempunyai keahlian dan kratifitas dalam memanfaatkan sistem, program, maupun jaringan. Motif untuk kejahatan ini sangat beragam yakni misalnya motif ekonomi, politik, pribadi atau motif kesenangan semata.

a.d. c. Ketentuan yang berkaitan dengan pornografi
Hadirnya media internet secara global menyebabkan siapa saja dapat untuk mengakses situs-situs yang tersedia secara mudah. Ketentuan tentang pornografi dalam dunia maya tidak saja hanya berupa tindak pidana penyebaran gambar-gambar yang dianggap tabu / porno untuk dipertontonkan kepada publik, melainkan juga dimanfaatkan sebagai media transaksi prostitusi secara online. Situs-situs porno tersebut juga menjual/menawarkan gambar-gambar bahkan cerita-cerita porno kepada setiap orang yang mengunjungi situs tersebut dengan pembayaran melalui transfer online. Kehadiran situs-situs porno jelas tidak sesuai dengan budaya Indonesia.

Delik yang berkaitan dengan pornografi diatur dalam Pasal 282 KUHP, yang bunyinya sebagai berikut :
(1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan, gambaran atau benda, yang diketahui isinya dan melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkan ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau mempunyai dalam persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannva atau menunjukkannya sebagai bisa didapat. Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau denda paling tinggi tiga ribu rupiah.
(2) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan atau barangsiapa dengan maksud” untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikinnya, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskan, mengeluarkannva dan negeri atau mempunyai dalam persediaan, atau barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkan sebagai bisa didapat, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
(3) Kalau yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama, sebagai pencaharian atau kebiasaan, dapat dijatuhi pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak lima ribu rupiah.

Perbuatan-perbuatan yang diancam hukuman, baik dalam ayat (1) maupun ayat (2) dari pasal tersebut ada tiga macam, yakni :
a. Menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dengan terang-terangan tulisan dan sebagainya;
b. Membuat, memasukkan ke dalam negeri, mengirim langsung ke dalam negeri, mengirim langsung ke luar negeri, membawa ke luar atau menyediakan tulisan dan sebagainya untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dengan terang-terangan;
c. Dengan terang-terangan atau dengan sengaja menyiarkan suatu tulisan menawarkan dengan tidak diminta atau menunjukkan, bahwa tulisan dan sebagainya itu boleh didapat.

Arti “menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan dengan terang-terangan” yakni;
i. Yang dapat disiarkan adalah misalnya; surat kabar, majalah, buku, surat selebaran atau lainnya, yang dibuat dalam jumlah banyak.
ii. “Mempertunjukkan” berarti memperlihatkan kepada orang banyak.
iii. “Menempelkan” berarti melekatkan disuatu tempat yang mudah diketahui oleh orang banyak.
Internet sendiri menurut hemat penulis termasuk klasifikasi tempat yang mudah diketehui oleh orang banyak dan termasuk sarana/tempat “penyiaran”.

a.d. d. Ketentuan yang berkaitan dengan penipuan
Perbuatan memanipulasi keterangan untuk mencari keuntungan melalui media internet dapat “ditafsirkan” sebagai perbuatan menyesatkan yang ada dalam delik penipuan seperti yang tertuang dalam pasal 378 KUHP dan pasal 379a KUHP apabila hal tersebut berkaitan dengan pembelian barang).
Pasal 378 KUHP berbunyi :

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu, dengan tipu muslihat. ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.

Pasal 379a berbunyi :
“Barangsiapa menjadikan pencarian atau kebiasaan membeli barang, dengan maksud mendapat barang itu untuk dirinya atau untuk orang lain, dengan tidak membayar lunas, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat tahun”

Dengan menggunakan teknologi komputer yang didukung dengan media internet, sangat memungkinkan bagi seseorang untuk melakukan penipuan dalam bentuk yang sangat canggih dan meyakinkan korban. Contoh dari perbuatan ini adalah seseorang yang dengan sengaja melakukan transaksi pada situs-situs belanja online secara fiktit atau seseorang yang melakukan penipuan dengan memanfaatkan sarana suatu situs/web bahkan melalui fasilitas e-mail dengan memberikan janji-janji palsu.

a.d. e. Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain
Penggunaan sarana jaringan melalui media internet di negara-negara dunia dewasa ini semakin berkembang, ibarat pemakaian internet itu seirama dengan penggunaan pesawat telpon. Kehadiran media internet tidak dapat disangkal dapat menunjang kerja dari komputer sehingga dapat mengolah data yang bersifat umum melalui suatu terminal system.

Apabila ada seorang asing hendak masuk ke sistem jaringan komputer tersebut tanpa ijin dari pemilik terminal ataupun penanggung jawab sistem jaringan komputer, maka perbuatan ini dikategorikan sebagai hacking. Kejahatan komputer jenis hacking atau cracking (apabila ia melakukan perusakkan atau gangguan) sangat berbahaya karena apabila seseorang berhasil masuk ke dalam sistem jaringan orang lain, maka ia akan mudah untuk mengubah ataupun mengganti data yang ada sebelumnya pada sistem jaringan.

Salah satu langkah yang dilakukan cracker sebelum masuk ke server yang ditargetkan adalah melakukan pengintaian yakni biasa disebut Probing dan port scanning. Cara yang dilakukan adalah dengan melakukan port scanning atau probing untuk melihat servis-servis apa saja yang tersedia di server target. Sebagai contoh, hasil scanning dapat menunjukkan bahwa server target menjalankan program web server Apache, mail server Sendmail, dan seterusnya.

Analogi hal ini dengan dunia nyata adalah dengan melihat-lihat apakah pintu rumah anda terkunci, merek kunci yang digunakan, jendela mana yang terbuka, apakah pagar terkunci (menggunakan firewall atau tidak) dan seterusnya. Yang bersangkutan memang belum melakukan kegiatan pencurian atau penyerangan, akan tetapi kegiatan yang dilakukan sudah mencurigakan.

Ironisnya adalah berbagai program yang digunakan untuk melakukan probing atau port scanning ini dapat diperoleh secara gratis di Internet. Salah satu program yang paling populer adalah nmap (untuk sistem yang berbasis UNIX, Linux) dan Superscan (untuk sistem yang berbasis Microsoft Windows). Selain mengidentifikasi port, nmap juga bahkan dapat mengidentifikasi jenis operating system yang digunakan. Bahkan saat ini banyak software-software yang menawarkan kemampuan untuk menjadi seorang cracker dengan mudah. Hanya dengan menjalankan sebuah fasilitas tertentu yang disediakan software tersebut, seseorang yang baru mengenal internet pun akan dengan mudah melakukan praktek perbuatan ini. Entah ini merupakan sebuah kemajuan bagi Ilmu pengetahuan atau justru sebaliknya.

Sekali cracker (sebutan untuk pelaku cracking) berhasil mengganggu suatu sistem komputer maka ia akan melakukan berbagai macam tindakan dan implikasi-implikasi hukum ditentukan oleh hal yang paling berkaitan dengan yang paling terkait dalam hal ini, la mungkin saja membaca dan menyalin informasi, yang kemungkinan sangat rahasia, atau ia mungkin pula menghapus atau mengubah informasi atau program-program yang tersimpan pada sistem komputer, atau ia barangkali hanya menambahkan sesuatu. Ada kemungkinan pula ia tergoda untuk mencuri uang atau memerintahkan komputer untuk mengirimkan barang kepadanya.

Perbuatan mengakses ke suatu sistem jaringan tanpa ijin tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenang masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan tanpa haknya berjalan di atas tanah milik orang lain, sehingga pelaku dapat diancam pidana berdasarkan pasal 167 KUHP dan pasal 551 KUHP.
Pasal 167 KUHP berbunyi :
(1) Barangsiapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Barangsiapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dulu sena bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk.
(3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
(4) Pidana tersebut dalam ayat (1) dan (3) ditambah sepertiga jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu.

Dari Pasal 167 KUHP menurut Andi Hamzah ada beberapa hal yang menyulitkan aparat penegak hukum dalam upaya penanganan kejahatan komputer, sepertia :
1. Apakah komputer dapat disamakan dengan rumah, ruangan atau pekarangan tertutup.
2. Berkaitan dengan cara masuk ke rumah atau ruangan tertutup, apakah test key atau pasword yang digunakan oleh seseorang untuk berusaha masuk ke dalam suatu sistem jaringan dapat dikategorikan sebagai kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu.
Pasal lain yang berkaitan dengan perbuatan memasuki atau melintasi wilayah orang lain adalah pasal 551 KUHP.
Pasal 551 KUHP berbunyi :

“Barang siapa tanpa wewenang berjalan atau berkendaraan di atas tanah yang oleh pemiliknya dengan cara jelas dilarang memasukinya, diancam dengan pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah”

Berkaitan dengan pasal di atas, ada beberapa hal yang tidak sesuai lagi untuk diterapkan dalam upaya penanganan kejahatan komputer jenis hacking dan cracking yaitu pidana denda yang sangat ringan (dapat mengganti pidana kurungan) padahal cracking dapat merugikan finansial yang tidak sedikit bahkan mampu melumpuhkan kegiatan dari pemilik suatu jaringan yang berhasil dimasuki oleh pelaku dan perbuatan hacking ini merupakan awal dari maraknya kejahatan-kejahatan tradisonal dengan sarana komputer dilakukan. Seperti pencurian, penipuan, penggelapan, pemalsuan dan lain-lain. Sebagai contoh, seseorang yang dapat masuk ke suatu jaringan komputer perusahaan akan dengan mudah melakukan transaksi fiktif yang la kehendaki atau melakukan perbuatan-perbuatan curang lainnya.

a.d. f. Ketentuan yang berkaitan dengan penggelapan
Penggelapan merupakan salah satu kejahatan konvensional yang juga dapat dilakukan dengan menggunakan sarana internet. Perbuatan penggelapan dengan memanfaatkan internet erat kaitannya dengan perbuatan memanipulasi data atau program pada suatu sistem jaringan komputer. Istilah memanipulasi data ini dikenal dengan sebutan The Trojan Horse yang mempunyai pengertian sebagai berikut :

“Suatu perbuatan yang bersifat mengubah data atau instruksi pada sebuah program, menghapus, menambah, membuat data atau instruksi pada sebuah program menjadi tidak terjangkau dengan tujuan untuk kepentingan pribadi / kelompok”. The Trojan Horse saat ini dapat dimungkinkan dilakukan secara online (melalui sistem jaringan). Hal tersebut memungkinkan bagi seseorang untuk melakukan tindak pidana penggelapan dengan sasaran sistem data base perusahaan-perusahaan maupun perbankkan yang menggunakan teknologi jaringan.

Perbuatan ini dapat dijerat dengan Pasal 372 KUHP dan Pasa1 372 KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.

Pasal 374 KUHP berbunyi :

“Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang memegang barang itu berhubung dengan pekerjaannya atau jabatannya atau karena ia mendapat upah uang, dipidana selama-lamanya lima tahun”.

Apabila perbuatan penggelapan dengan sarana internet tersebut mendatangkan kerugian bagi keuangan negara, maka dapat diterapkan delik korupsi .

a.d. g. Kejahatan terhadap ketertiban umum
Karakter teknologi internet yang memungkinkan setiap orang (publik) dapat mengakses secara global kapan dan dimana saja suatu informasi, memungkinkan terjadinya kejahatan yang berkaitan dengan pernyataan seseorang atau pihak dimuka umum perasaan permusuhan, kebencian atau penghianatan terhadap Pemerintah Republik Indonesia (pasal 154), dengan cara menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan sehingga kelihatan oleh umum tulisan atau gambar (pasal 155), perasaan kebencian atau penghinaan terhadap sesuatu atau beberapa golongan isi negara Republik Indonesia (pasal 156), terhadap atau antara beberapa golongan isi-negara Republik Indonesia (pasal 157), menghasut supaya orang melakukan sesuatu tindak pidana atau melawan kuasa umum dengan kekerasan (pasal 160-161).

Pasal-pasal tersebut mengancam hukuman terhadap pelaku kejahatan yang termasuk dalam kategori kejahatan terhadap ketertiban umum. Apabila kita meninjau kembali pasal 154, maka dapat kita lihat bahwa pasal tersebut termasuk pasal yang menuntut delik pers.

Bunyi pasal 154 tersebut yaitu :
“Barangsiapa menyatakan di muka umum perasaan permusuhan, kebencian atau penghianatan terhadap Pemerintah Republik Indonesia dipidana dengan pidana selama-lamanya tujuh tahun atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah”.

Pelaku dalam tindak pidana ini memanfaatkan fungsi internet sebagai salah satu media publikasi yang disalahgunakan untuk kepentingan sendiri atau golongannya. Teknologi informasi tersebut saat ini sangat memungkinkan pihak-pihak (termasuk juga pers) melakukan delik ini. Penggunaan web site sebagai salah satu alat publikasi di internet tergolong sangat efektif. Bahkan dimasa mendatang bukan tidak mungkin fungsi publikasi dari internet akan menjadi mediator terpenting dari suatu informasi. Hal inilah yang kemudian mendorong pemanfaatan situs internet sebagai media perantara bagi terjadinya delik-delik yang telah disebutkan diatas.

a.d. h. Ketentuan yang berkaitan dengan delik penghinaan
Ketentuan tentang delik penghinaan dalam KUHP diatur mulai pasal 310 khususnya ayat (1) dan (2). Penghinaan dalam bab ini ada enam macam, yakni: menista (pasal 310 ayat 1), menista dengan surat (pasal 310 ayat 2), memfitnah (pasal 311), penghinaan ringan (pasal 315), mengadu secara memfitnah (317) dan menuduh secara memfitnah (318) .
Pasal 310 ayat (1) dan (2) berbunyi :

1. Barangsiapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang dengan jalan menuduh ia melakukan suatu perbuatan, dengan maksud yang nyata untuk menyiarkan tuduhan itu supaya diketahui oleh umum, karena bersalah menista orang, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.
2. Kalau hal itu terjadi dengan surat atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan maka karena bersalah mencemar orang dengan surat, si pembuat dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.

a.d. i. Ketentuan yang berkaitan dengan delik pemalsuan surat
Kemampuan komputer tidak hanya sebagai media untuk menyimpan dan mengolah data. Kemampuan komputer juga dapat membuat gambar-gambar, foto-foto dengan hadirnya software-software seperti Corel Draw, Photo Paint, Microsoft Photo Editor dan lain sebagainya. Hadimya jenis-jenis software di atas tidak menutup kemungkinan terjadinya pemalsuan-pemalsuan surat berharga, apalagi ditambah dengan hadimya media internel di mana setiap orang yang mempunyai kemampuan khusus dapat men-download program-program yang berisikan data tentang surat berharga seperti kartu kredit bahkan memungkinkan dilakukannya pemalsuan identitas seperti, K.T.P, SIM, akte kelahiran, paspor dan lain sebagainya.
Yusuf Randi menyebutkan bahwa pemalsuan yang dilakukan dengan sarana komputer sebagai data diddling mempunyai pengertian yakni suatu perbuatan yang mengubah data valid / sah dengan cara yang tidak sah dan dengan mengubah input / masukan data atau output / keluaran data.

Apabila dikaitkan dengan delik-delik yang ada dalam KUHP, maka data diddling dapat dikategorikan sebagai perbuatan tanpa wewenangnya memalsukan surat / pemalsuan surat. Data yang tersimpan dalam media disket atau sejenisnya dapat disamakan dengan media surat / media tertulis asalkan data yang tersimpan tersebut dapat diwujudkan ke dalam bentuk tulisan / naskah. Dengan demikian si pelaku perbuatan pemalsuan data dengan sarana komputer dapat diancam dengari pidana berdasarkan Pasal 263 KUHP.
Pasal 263 KUHP berbunyi :

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak.
(2) Diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian

Surat menurut Pasal 263 adalah segala surat yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis dengan mesin tik dan lain-lain. Pengertian dan lain-lain ini memungkinkan surat otentik yang dibuat atau ditulis melalui proses komputer, sehingga data atau keterangan yang ada dalam media disket atau sejenisnya dapat dimasukkan ke dalam pengaman surat .

a.d. j. Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan membocorkan suatu rahasia.

Ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan membocorkan rahasia negara (termasuk didalamnya perbuatan dengan menggunakan sarana internet) diatur dalam pasa1 112, 113 KUHP dan Pasa1 114 KUHP serta perbuatan membocorkan rahasia perusahaan yang diatur dalam Pasa1 322 KUHP dan Pasa1 323 KUHP
Pasa1 1l2 KUHP berbunyi :

“Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat atau berita-berita atau keterangan-keterangan yang diketahuinya bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara atau dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”.

Pasal ini merupakan ketentuan yang berkaitan dengan perbuatan pembocoran rahasia negara. Kaitannya dengan kejahatan komputer ialah bahwa dengan pemanfaatan komputer pembukaan rahasia negara dapat dilakukan kepada pihak yang tidak berwenang untuk menerima rahasia tersebut. Untuk masuk ke dalam suatu terminal yang berisikan rahasia negara memang dibutuhkan suatu keahlian khusus tetapi bukan berarti hal yang tidak mungkin dapat dilakukan karena basis data pemerintah saat ini banyak yang memanfaatkan kecanggihan teknologi e-goverment. Unsur kesengajaan pada pasa1 ini diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasa1 113 KUHP berbunyi :
1. Barang siapa dengan sengaja, untuk seluruhnya atau sebagian mengumumkan, atau memberitahukan maupun menyerahkan kepada orang lain, yang tidak berwenang mengetahui surat-surat, peta-peta, rencana-rencana atau benda-benda yang bersifat rahasia dan bersangkutan dengan pertahanan atau keamanan Indonesia terhadap serangan dari luar, yang ada padanya atau isinya, bentuknya diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
2. Jika surat-surat atau benda-benda ada pada yang bersalah atau pengetahuannya tentang itu karena pencahariannya, pidana dapat ditambah sepertiga.

Pasal 114 KUHP berbunyi :
“Barangsiapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan surat-surat atau benda-benda rahasia sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 113 harus menjadi tugasnya untuk menyimpan atau menaruhnya, bentuk atau susunannya untuk seluruh atau sebagian diketahui oleh umum (atau) tidak berwenang mengetahui diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah”.

Sedangkan perbuatan membocorkan rahasia perusahaan dapat dikategorikan sebagai kejahatan membuka rahasia, sehingga si pelaku dapat diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 322 KUHP Pasal 323 KUHP.

Pasal 322 KUHP berbunyi :
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatannya atau pencahariannya. baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda sembilan ribu rupiah.
(2) Kalau kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.

Pasal 323 KUHP berbunyi :
(1) Barang siapa dengan sengaja memberitahukan hal-hal khusus tentang suatu perusahaan dagang, kerajinan atau pertanian di mana ia bekerja atau dahulu bekerja, yang harus dirahasiakannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah,
(2) Kejahatan ini hanya dituntut atas pengaduan pengurus perusahaan itu

Perkembangan teknologi informasi bagi kegiatan suatu perusahaan seperti menyimpan surat-surat, atau menyimpan benda-benda rahasia perusahaan ke dalam data base / storage yang berupa sebuah data adalah suatu sisi positif dari kehadiran teknologi informasi itu sendiri. Suatu data dapat juga mengenai organisasi atau produksi mengenai metode bahan baku dan sebagainya, angka produksi dan sebagainya. Tetapi manakala data ini jatuh ke pihak ketiga yang tidak berwenang untuk menerima, mengetahui atau mendapatkannya maka hal tersebut dapat merugikan dan membahayakan kelangsungan dari perusahaan yang bersangkutan.

Menurut Yusuf Randy perbuatan membocorkan rahasia negara dan perusahaan melalui sarana komputer dapat diancam dengan pidana berdasarkan Pasal 112 KUHP, 113 KUHP, 113 KUHP dan Pasal 114 KUHP serta Pasal 322 KUHP dan Pasal 323 KUHP dapat disebut sebagai data leakage / kebocoran data.

Adapun yang dimaksud dengan kebocoran data adalah suatu pembocoran data rahasia yang dilakukan dengan cara menulis data-data rahasia tersebut ke dalam kode-kode tertentu sehingga data dapat dibawa keluar tanpa diketahui oleh pihak yang bertanggung jawab.

a.d. k. Delik tentang perjudian
Dalam dunia maya, perjudian tergolong komunitas komersil terbesar. Pada umumnya metode perjudian yang digunakan cenderung klasik yakni dengan mempertaruhkan atau sekedar mencoba peruntungan dengan jalan mengikuti intruksi model perjudian yang telah ditentukan. Ada puluhan ribu lebih situs-situs di internet yang menyediakan fasilitas perjudian dari yang model klasik yang hanya memainkan fungsi tombol keyboard sampai yang sangat canggih yang menggunakan pemikiran matang dan perhitungan-perhitungan adu keberuntungan. Modus ini menjanjikan banyak keuntungan bagi pemiliknya. Tidak diperlukan lagi perizinan-perizinan khusus untuk membuat sebuah usaha perjudian via internet. Cukup dengan bermodalkan sebuah web dengan fasilitas perjudian menarik, setiap orang dapat memiliki ‘rumah perjudian’ di internet.

Ketentuan tentang perjudian dalam KUHP diatur dalam pasal 303 dan 303 bis.
Bunyi pasal 303 adalah:
[1] Diancam dengan pidana paling lama delapan bulan atau denda paling banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin; [berdasarkan Undang-undang No.7 Tahun 1974, jumlah pidana penjara telah diubah menjadi sepuluh tahun dan denda menjadi 25 juta rupiah]
1. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan untuk permainan judi dan menjadikan sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;
2. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk permainan judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat ataun dipenuhinya sesuatu tata cara;
3. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.

[2] Kalau yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencariannya itu.
[3] Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Disitu termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.

Bunyi Pasal 303 bis adalah:
[1] Diancam dengan kurungan paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah;
1. barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan, dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut pasal 303;

2. barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun ditempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang.

[2] Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak lima belas juta rupiah.
[pasal 303 bis ini diambil dari pasal 542 dengan beberapa perubahan berdasarkan Undang-undang No.7 Tahun 1974]

Hal lain yang menyangkut pandangan KUHP terhadap cuber crime akan di bahas pada tulisan-tulisan berikutnya.

Penulis: Teguh Arifiyadi, SH (Inspektorat Jenderal Depkominfo)

Donwload

Dapatkan Berita-berita terkini dari POLRES KAB. PEGUNUNGAN BINTANG

1. Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESI
2. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

Kontak Kami

Silahkan kirim Pesan, Kesan, Kritik dan Pengaduan Anda ke E-mail kami :

Alamat E-mail : res.gubin@gmail.com

Saran, Kesan, Kritik dan Pengaduan Anda akan KAMI respon dengan SEGERA.
Terima Kasih.


TTD
Kapolres Pagunungan Bintang


Kompol Alfred, SIK

Kontak Polres Pegunungan Bintang

Masukkan Pesan dan Kritik Anda di Form bawah ini :


Polsek di Pegunungan Bintang



Data Polsek di Kab. Pegunungan Bintang

POLSEK .........
Alamat :........................................
Telepon :........................................
Kapolsek : ......................................

POLSEK .........
Alamat :........................................
Telepon :........................................
Kapolsek : ......................................

POLSEK .........
Alamat :........................................
Telepon :........................................
Kapolsek : ......................................

Pengaduan Masyarakat

Masukkan Pengaduan Anda di Form KOMENTAR bawah ini :

Telepon Penting

Daftar Telepon Penting

  1. ......................................................................................
  2. ......................................................................................
  3. ......................................................................................
  4. ......................................................................................
  5. ......................................................................................
  6. ......................................................................................

Kegiatan Penghijauan dalam Rangka HUT Bhayangkara





Penanaman Pohon Jeruk oleh Asisten I Pemda Kab. Pegunungan Bintang
di saksikan oleh Kapolres Pegunungan Bintang Kompol Alfred, SIK

Polres Pegunungan Bintang



"Sejarah adalah masa lalu yang tidak mungkin terulang kembali tetapi sejarah menjadi saksi tentang apa yang terjadi pada masa kini, sedangkan masa kini adalah proses menuju masa yang akan datang "

Kepolisian Daerah Papua yang pada awalnya berstatus Kepolisian Komisariat Irian Jaya, kelahirannya ditandai dengan pemisahan dari Kepolisian Komisariat Maluku dan Irian Barat pada tanggal 27 September 1959 dengan nama Kantor Polisi Komisariat Irian Barat yang berkedudukan di SOA-SIU (Tidore) dan dipimpin oleh Kepala Polisi Komisariat AJUN KOMISARIS BESAR POLISI M. SAUNI.

Setelah melalui masa peralihan sesuai persetujuan New York, pada tanggal 6 Mei 1963 Kesatuan Kepolisian Irian Barat diserahkan dari Kepala Polisi UNTEA , Mr. ROBERTSON kepada Kepala Polisi Komisariat Irian Barat yan pada waktu itu sudah dijabat oleh AJUN KOMISARIS BESAR POLISI Drs.M. SABAR KUMBINO (KPKOM ke-II) dan kedudukannya resmi dipindahkan ke SUKARNOPURA (sekarang Jayapura).

Dalam pertumbuhan dan perkembangannya Kepolisian Komisariat Irian Barat berubah status menjadi Komando Daerah Irian Barat XXI (disingkat KOMDAK XXI/IRIAN BARAT) sedangkan Kepala Komisariat dirubah menjadi PANGLIMA KEPOLISIAN XXI/IRIAN BARAT.

Selanjutnya Komdak XXI/Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya dan sesuai reorganisasi/likuidasi beberapa Komdak, maka Komdak XXI/Irian Jaya akhirnya dirubah menjadi Komdak XVII/Irian Jaya dengan membawahi 17 Kores, namun sejalan dengan Reorganisasi Polri secara menyeluruh pada tahun 1984 Komdak XVII/Irian Jaya berubah menjadi POLDA IRIAN JAYA.

Menyusul pergantian nama Propinsi IRIAN JAYA menjadi Propinsi PAPUA sesuai UU Otonomi Khusus Nomor 21 tahun 2001 maka Kepolisian Daerah Irian Jaya akhirnya menyesuaikan dan secara resmi dengan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. Pol. : Skep/5/II/2002/Sekjen tanggal 26 Pebruari 2002 berganti nama menjadi KEPOLISIAN DAERAH PAPUA dengan membawahi 10 Polres, 124 Polsek, 2 Batalyon Brimob dan 1 Sekolah Polisi Negara.
 

blogger templates | Dokter PC in Jayapura